Turut Berduka Cita
atas Musibah Gempa Bumi di Mentawai
dan Letusan Gunung Merapi di Jogja
Green Festival 2010.
"Solusi Untuk Bumi"
5 -7 November 2010
di Parkir Timur Senayan,
"Kegiatan ini bertujuan untuk membangun kesadaranan akan pentingnya menjaga lingkungan, yang kemudian dibuatlah cara yang lebih sederhana dengan menggelar festival.
Semua ini agar masyarakat sadar dan paham akan pemanasan global yang bisa terjadi akibat ulah manusia itu sendiri," imbuh Ketua Pelaksana Program Green Festival 2010 Nugroho F Yudho dalam jumpa pers dan kick off program, Selasa (19/10/2010), di Jakarta.
Nugroho menambahkan, solusi masalah akibat pemanasan global ada pada tiap individu secara bersama-sama. Untuk itu, kata dia, target dilaksanakannya Green Festival adalah keluarga, terutama anak-anak muda yang kelak menjadi penerus bangsa.
"Pentingnya memberikan informasi dan edukasi kepada masyarakat tentang pemanasan global, dampaknya, hingga pencegahan efek pemanasan global, inilah yang melatarbelakangi digelarnya kembali Green Festival tahun ini.
(Sumber : Kompas.com/ 19 Oktober 2010).
Belajar itu tidak secara otomatis memasukkan sejumlah informasi ke dalam kepala anak.
Proses belajar itu tergantung kepada reaksi dan kerja mental anak.
Penjelasan dan demonstrasi saja tidak akan pernah menghadirkan kenyataan sebenarnya bagi anak, dan tidak akan menjamin hasil belajar akhir siswa.
Jadi hanya dengan belajar aktiflah yang dapat berbuat seperti itu.
Lebih dari 2400 tahun yang lalu, Confucius mendeklarasikan :
What I hear, I forget.
What I see, I remember.
What I do, I understand.
Inilah tiga prinsip yang paling simple dalam active learning yang di modifikasi menjadi sebuah Kredo Active Learning :
What I hear, I forget.
What I hear and see, I remember a little.
What I hear, see, and ask questions about or discuss with someone else, I begin understand.
What I hear, see, discuss, and do, I acquire knowledge and skill.
What I teach to another, I master.
Ada beberapa alasan bahwa banyak orang lupa dari apa yang mereka dengar.
Satu alasan menarik adalah kecepatan guru berbicara berbeda dengan kecepatan siswa mendengar.
Banyak guru berbicara sekitar 100 – 200 kata permenit. Tetapi berapa kata yang bisa didengar oleh siswa?
Ini tergantung kepada bagaimana mereka menyimak.
Jika siswa penuh konsentrasi, mereka dapat menyerap 50 sampai dengan 100 kata permenit, atau setengah dari apa yang dikatakan gurunya.
Hal ini disebabkan oleh sesungguhnya siswa sedang berfikir apa yang didengar ketika dia mendengar.
Apalagi yang dihadapinya adalah seorang guru yang senang ngoceh (talkative), siswa akan mengalami kesulitan. Ditambah dengan siswa yang tidak bisa konsentrasi dikarenakan bahan belajar yang tidak menarik yang menyebabkan sulitnya siswa berkonsentrasi secara terus menerus penuh..
Penelitian menunjukkan bahwa siswa dapat mendengar (tanpa berpikir) antara 400 sampai 500 kata permenit. Ketika diharuskan mendengar secara terus menerus pembicaraan guru yang empat kali lebih lambat, siswa akan bosan, dan pikiran kemana-mana.
Fakta membuktikan, siswa yang berada di kelas perhatiannya tidak sampai 40 % dari waktu yng disediakan (Pollio, 1984). Lebih lagi perhatian siswa 70 % pada sepuluh menit pertama, dan 20 % pada sepuluh menit terakhir (McKeachie, 1986) Kelompok teliti hanya lebih besar 8 % dari kelompok kontrol yang diberikan apa-apa (Richard et al., 1988).
Di sebuah kelas ada siswa yang daya tangkapnya akan baik terhadap suatu materi pelajaran, apabila materi disampaikan dengan aspek suara yang dominan. Dia akan merasa terganggu apabila ada suara berisik.
Lain lagi dengan siswa yang akan baik daya tangkapnya, bila materi disampaikan secara visual. Dia suka presentasi materi yang berurut benar.
Ada juga siswa kalau belajar senangnya praktek dan kalau praktek dia dapat menangkap materi yang disampaikan.
Siswa yang dominan pada masing-masing gaya belajar sedikit jumlahnya dalam suatu kelas, yang banyak justru siswa yang memiliki ketiga-tiganya.
Jadi kegiatan belajar itu harus mengandung unsur audio (mendengarkan), visual (melihat) dan kinestetik (gerak).