Yohanes Surya: Tak Ada Anak yang Bodoh!
Pakar Matematika, Prof Yohanes Surya (48), mengakui, walaupun banyak keberhasilan telah didapatnya untuk mengharumkan nama Indonesia melalui olimpiade Matematika dan Fisika, Matematika masih dianggap mata pelajaran membosankan dan menakutkan. Atas dasar itulah, ia terus mencari anak-anak di beberapa daerah terpencil di Indonesia yang buta Matematika.
Hal itu diwujudkannya dengan mendatangi salah satu daerah terpencil di Papua, yaitu Tolikara. Di daerah tersebut Yohanes Surya memilih secara acak 27 anak Papua di beberapa sekolah dasar yang memiliki kemampuan kurang untuk dilatih Matematika. Ketika itu, Yohanes yakin, anak-anak Papua memiliki kemampuan tak kalah dengan anak-anak di kota-kota besar jika diberikan kesempatan sama.
"Selama bertahun-tahun mereka (anak Papua) sama sekali tak bisa menghitung 2+2 dan 3+2. Namun, sekarang tidak lebih dari satu tahun, mereka akan saya siapkan untuk menjadi juara olimpiade Matematika nanti," ujar pendiri Surya Institute ini, kepada Kompas.com di Jakarta, Jumat (13/5/2011).
Tidak hanya sampai di situ, mantan Rektor Universitas Multimedia Nusantara ini kembali mempunyai rencana untuk melaksanakan ambisinya mencerdaskan kemampuan Matematika anak-anak di desa terpencil. Dengan metode Matematika Gasing (Gampang, Asyik dan Menyenangkan) andalannya, para pertengahan 2011 ini Yohanes kembali berencana untuk membantu 1.000 anak tingkat sekolah dasar di Kabupaten Wonosobo, Jawa Tengah, agar menguasai Matematika dengan baik.
"Rata-rata mereka anak kelas 5 SD. Kira-kira kita akan membutuhkan waktu tiga tahun untuk melaksanakan rencana ini," terang mantan Dekan Fakultas Sains dan Matematika Universitas Pelita Harapan ini.
Yohanes menuturkan, rencana tersebut akan dijadikan prototipe. Ia mengungkapkan, jika rencana itu berhasil diterapkan, dirinya akan menerapkan hal yang sama ke beberapa daerah terpencil di Indonesia secara berkelanjutan.
"Kalau bisa dilaksanakan serempak, saya yakin Indonesia hanya butuh empat sampai lima tahun untuk menjadikan semua anak melek Matematika. Optimisme ini berdasarkan keyakinan saya, bahwa tidak ada anak yang bodoh. Yang ada adalah anak-anak yang belum mendapat kesempatan yang baik dari metode-metode guru yang benar," tukasnya.
(sumber : www.kompas.com)